3 Disember 2014 (Rabu)
Sedikit info dari wikepedia :
Selepas membatik, kami ke Keraton Solo pula. Apa itu Keraton? Maksudnya lebih kurang istana (raja). Solo masih mempunyai Sultan, tapi di sini bukan dipanggil sultan ya.. Sultan tu untuk Yogya. Kalau di Solo ialah Kesunanan. Sunan ketika ini tidak ada di Solo, tetapi menjadi pengusaha di Jakarta. Maka kami pun melawat muziumnya. Keraton ini terletak di dalam kampung kerana ketika kami memasuki pintu masuknya selepas membeli tiket, kami terpaksa melintas jalan yang sibuk (eh.. biar betul nie?.. kenapa ada jalan raya dalam kawasan Keraton?.. ha!ha.. pelik kan!). Untuk melintas jalan tu penuh mencabar. Memang perjuangan sungguh untuk ke Keraton nie. Selepas melintas jalan, masuk pintu gerbang dan terjumpa lagi jalan raya yang lebih luas. Hah... di sini kami sudah kebingungan. Di manakah keraton ini sebenarnya?. Nasib baik ada para penjaja buah yang memberitahu kami supaya masuk ke sebelah kiri dan pusing kanan. Kami pun masuklah... Okey... bingung lagi, kenapa ada sekolah dan budak2 sekolah balik sekolah?. adakah ditipu?.. Tapi kami pun pasrah sajalah.. teruskan berjalan dan terjumpa orang kampung lalu lalang.. ada rumah orang.. Mulalah tertanya2, mungkin boleh ja masuk tanpa tiket cz ini kawasan kampung... ha!ha... Akhirnya, kami tiba di sebuah pintu masuk dan ada pekerja berdiri dan meminta tiket... oh... benarlah kami sudah sampai.. Punyalah jauh berjalan dari pintu masuk (kaunter tiket) ke Keraton ini. Mungkin pada zaman dahulu semua kawasan milik Keraton, tetapi faktor penjajahan dan perubahan era menyebabkan tanah Keraton dibeli oleh penduduk kampung atau pemerintah.. Mungkinlah... ha!ha... Maaf kalau silap..
Keraton Kasunan Surakarta terletak di pusat kota Solo, Kelurahan Baluwarti, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. Pembangunan keraton dilakukan dari tahun 1743 hingga 1745. Konstruksi bangunan keraton menggunakan bahan kayu jati yang diperoleh dari Alas Kethu di dekat kota Wonogiri.
Arsitek keraton ini adalah Pangeran Mangkubumi, kerabat Susuhunan (raja Solo) yang kelak memberontak dan berhasil mendirikan kesultanan Yogyakarta dengan gelar Sultan Hamengku Buwana I. Jadi tidak mengherankan jika bangunan kedua keraton memiliki banyak kesamaan. Setelah pembangunan selesai, keraton baru yang diberi nama Keraton Surakarta Hadiningrat tersebut resmi digunakan oleh raja pada tanggal 17 Februari 1745.
Bila ingin mengunjungi keratin ini, pengunjungharusmematuhi berbagai peraturan seperti tidak memakai topi, kacamata hitam, celana pendek, sandal, serta jaket. Bila sudah terlanjut bercelana pendek dapat meminjam kain bawahan untuk digunakan selama mengelilingi kawasan keraton.
Mengunjungi keraton Solo dari arah depan bisa terlihat susunan kota lama khas Jawa: sebuah bangunan keraton yang dikelilingi oleh alun-alun, Pasar Klewer, dan Masjid Aung Surakarta. Memasuki bagian depan keraton, terdapat bangunan Sasana Sumewa dan sebuah meriam berbahan perunggu bernama Kyai Rancawara. Bangunan ini dulu digunakan sebagai tempat Pasewakan Agung, yaitu pertemuan antara Raja dan para bawahannya. Di tempat ini pengunjung masih bisa melihat Dhampar Kencana (singgasanaraja) yang terletak di Siti Hinggil Lor. Pengunjung tidak boleh menaiki area ini sebab tempat itu sangat dihormati dan dianggap keramat.
Dari Siti Hinggil, pengunjung akan memasuki Kori Renteng, Kori Mangu, dan Kori Brojonolo. Mereka yang melewati pintu-pintu ini diminta untuk meneguhkan hati, membuang rasa ragu, dan memantapkan pikiran untuk selalu waspada. Sesudah itu, pengunjung sampai di pelataran Kamandungan Lor, kemudian Sri Manganti, dan akhirnya museum keraton bernama Museum Keraton Surakarta Hadiningrat.
Dalam museum pengunjung dapat menyaksikan benda-benda peninggalan Keraton Kasunanan Surakarta dan beberapa fragmen candi yang ditemukan di Jawa Tengah. Koleksinya antara lain alat masak abdi dalem, senjata-senjata kuno yang digunakan keluarga kerajaan, juga peralatan kesenian. Koleksi menarik lain adalah kereta kencana, topi kebesaran Paku Buwana VI, Paku Buwana VII, serta Paku Buwana X.
Selanjutnya pengunjung bisa ke Sasana Sewaka yang berada di samping museum. Pada halaman Sasana Sewaka wisatawan harus melepaskan alas kaki untuk berjalan di hamparan pasir halus yang diambil dari Gunung Merapi dan Pantai Parangkusumo. Di sini, pengunjung dilarang mengambil atau membawa pasir halus tersebut.
Terakhir, ada menara yang disebut Panggung Sanggabuwana. Konon, menara digunakan oleh Susuhunan untuk bersemedi dan bertemu Nyai Rara Kidul, penguasa Pantai Selatan. Selain sebagai tempat semedi, menara ini juga berfungsi sebagai menara pertahanan untuk mengontrol keadaan di sekeliling keraton.
<
<
<
<
<
Setelah berjalan kaki lebih kurang 15 minit dari kaunter tiket tadi (15 minit tu termasuklah menunggu ruang dan peluang untuk melintas jalan), akhirnya kami pun sampailah ke Museum Keraton Solo.
Menara tempat raja bermeditasi sambil melihat musuh |
Guide yang sangat lemah-lembut dan tersusun tutur katanya. (kusyuk sungguh wisatawan tu mendengar sejarah Keraton) |
Di kawasan ini tidak boleh memakai sandal (jadi kena buka sandal). Kalau pakai kasut dibolehkan. |
Makcik yang berpakaian putih di belakang tu bukan pekerja di Keraton. Mungkin hanya datang bertandang. |
Muka wisatawan mulai ketakutan selepas pak cik ini memberitahu bahawa terdapat 600 orang pekerja di istana ini sama ada yang dapat dilihat atau yang ghaib. (mistik kan... Misteri Nusantara) |
Comments
Post a Comment